Sponsor

D A M P O O O T


Sudah dua bulan ini, Surip tak lagi berpenghasilan tetap. Maklum, sekolah swasta tempat ia mengajar, kini sepi peminat dan nyaris bubar lantaran sekolah milik pemerintah terlalu gila merekrut siswa dengan alasan pemenuhan jam bagi guru-guru profesionalnya.

Alhasil, tunjangan sertifikasi yang beberapa tahun lalu Surip dapat dengan penuh perjuangan, Mandek,  akibat sekolah tempatnya mengajar kekurangan siswa yang berimbas pada kurangnya kuota jam pelajaran yang diampu-nya.

Apesnya lagi, uang ratusan ribu yang tiap bulan diterima sebagai gaji, mandek pula sebab kebijakan sekolah menggratiskan seluruh biaya siswa yang jumlahnya tak seberapa.  Otomatis, kini penghasilan Surip tergantung pada dana BOS yang kerap turun-tersendat.

“Kita sudah resmi jadi orang miskin,”  kata Surip suatu malam kepada istri, sambil memperlihatkan Kartu Tanda Miskin yang baru diperolehnya dari Pak Lurah.
“Setiap bulan, kita akan mendapatkan beras dan uang dari negara,” lanjutnya sambil memasukkan Kartu tersebut ke dalam dompet lecek yang beberapa bulan ini ia biarkan tergeletak dibawah kasur.

Singkat waktu, Meskipun sekarang Surip telah memiliki kartu dengan jabatan “Orang miskin.” Namun,  keadaan tak berubah. Ia dan keluarganya, justru malah semakin akrab dengan lapar.

Beruntung, Surip punya anak-istri yang mahfum dengan kondisi serba payah itu. Meski dari luar tampak bahagia, namun sebetulnya mereka sangat akrab dengan lapar.  Dan bila lapar datang,  Surip akan mengajak anak-istrinya datang ke pengajian. Mereka akan terkantuk-kantuk sepanjang ceramah,  tapi langsung semangat begitu makanan datang.

Pernah suatu pagi dihari minggu, Surip mengajak anak-istrinya makan direstoran. Mereka memesan apa saja yang diinginkan. Selesai makan, ia menyerahkan Kartu Tanda Miskin pada kasir. Bisa di tebak, apa yang terjadi selanjutnya. Ia dimaki, dipukul dan diusir petugas kemanan restoran. Namun begitu, ia tampak bahagia, setidaknya hari itu, ia dan anak-istrinya tak kelaparan.

Namun takdir memang selalu punya cara yang tak terduga.  Tanpa firasat apapun, tiba-tiba saja Surip mendadak mati. Anaknya terbengong melihat jasad ayahnya, sedangkan istrinya sedari tadi menangis, bukan karena sedih, tapi ia bingung, sebab tak ada uang untuk membelikan kain kafan.

Para pelayat tampak sudah mulai dongkol menunggu, kapan jenazah Surip di kafani dan dikuburkan. Karena merasa hanya bikin susah orang lain, Surip memutuskan untuk kembali hidup. Dan sejak peristiwa itu, ia sering murung.

Nasib buruk terkadang memang kurang ajar. Mungkin karena terlalu akrab dengan murung, suatu hari Surip berubah menjadi anjing. Anak-istrinya yang kelaparan segera menyembelihnya. 

Untung pula, Surip punya kesaktian tinggi. Hingga setelah disembelih dan dimakan oleh keluarganya, ia hidup kembali dan berubah wujud menjadi kura-kura raksasa. Mendengar surip menjadi kura raksasa,  masyarakat gempar. Sebab penasaran, mereka berduyun kerumah Surip, membuktikan kebenaran.

Hanya butuh waktu beberapa jam, jumlah warga yang datang mencapai ribuan. Sampai akhirnya, istri Surip memasang Kertas Kardus bertuliskan, “Tiket Masuk Rp 50.000,-“ di Pagar Rumahnya

Beberapa bulan kemudian, Istri Surip sudah kaya raya.  Dan Surip pun kembali berubah menjadi manusia.

 *******

Sambil memanjakan diri menikmati segelas kopi, aku sering membayangkan raut wajah Surip yang berubah jadi anjing dan kemudian berubah menjadi kura-kura raksasa lalu disembelih oleh anak-istrinya. Wajahnya mengingatkanku pada wajah yang selalu muncul setiap kali bercermin.


By : AGUS ERLAN

Posting Komentar

0 Komentar