Pendidikan adalah sarana yang mencetak generasi penerus bangsa untuk menjadi manusia-manusia berkualitas. Pendidikan, juga merupakan ujung tombak dalam memajukan kehidupan bangsa dan negara. Pendidikan tercipta karena adanya kebutuhan untuk meningkatkan taraf kualitas hidup dan membentuk kepribadian manusia yang bermoral.
Menurut ilmuwan Prof. H . Mahmud Yunus,
“Pendidikan adalah suatu usaha dengan secara sengaja mempengaruhi dan membantu
anak-anak yang bertujuan meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak,
sehingga secara perlahan bisa mengantarkan mereka kepada tujuan dan cita-cita,
supaya memperoleh kehidupan yang bahagia dan apa yang dilakukanya dapat
bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya.”
Adanya pendidikan diharapkan anak-anak bangsa
mendapatkan keahlian di bidang yang diminati dan kepribadian yang bermoral.
Sehingga keduanya seimbang dimiliki oleh generasi penerus bangsa untuk
menyelesaikan segala permasalahan di masyarakat.
Potret Pendidikan IndonesiaPada kenyataanya semua tidak seindah yang
dibayangkan. Harapan-harapan akan dunia pendidikan dengan sistem sempurna
hilang seketika. Potret buram pendidikan di Indonesia kini semakin masuk ke
lubang yang sangat dalam.
Terlintas dipikiran dan teringat kisah Mahasiswa
STIP UII yang tewas akibat penaniayaan oleh senioritas pada bulan Januari 2017
lalu. Pemberitaan ini menjadi topik perbincangan dan mencengangkan sejagat raya
Indonesia. Tiga orang mahasiswa UII Yogyakarta tewas karena menjadi korban
kekerasan saat mengikuti Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatsar) The Great
Camping (TGC) di Gunung Lawu, Jawa Tengah.
Kejadian lain menimpa Krisna Wahyu
Nurachmad (15), siswa di sekolah favorit SMA Taruna Nusantara. Dia dibunuh
siswa lain berinisial AMR (16).
Seperti diketahui bahwa Indonesia adalah salah
satu negara yang beragama dengan menempatkan nilai ketuhanan sebagai dasar
nilai yang utama. Jika sejalan dengan nilai dasar ini, seharusnya moral seluruh
bangsa Indonesia memiliki nilai yang tinggi. Namun, hal ini bertentangan dengan
nilai dasar Ketuhanan Bangsa Indonesia, sehingga dapat terjadi kasus seperti
ini.
Sejenak kita melihat salah satu negara yang
menjadi negara percontohan untuk dunia di bidang pendidikan. Salah satu negara
yang tingkat pendidikannya maju adalah Singapura. Sebuah negara kecil yang
memiliki pendapatan perkapita US$34.000 per tahun sangat fokus di bidang
pendidikan.
Sebanyak 80.000 siswa datang dari 120 negara
menempuh pendidikan di Singapura mulai dari sekolah negeri, swasta, hingga
perguruan tinggi. Padahal Singapura adalah sebuah negara kecil, tetapi dapat
mengelola sistem dengan baik dan memiliki sistem pendidikan yang bagus.
Krisis Moral Berujung PetakaSalah satu motif yang menjadi pemicu untuk melakukan
hal tersebut adalah pelaku berinisial AMR (15). Dia adalah teman korban, yang
dibunuh pada malam hari dan korban ditemukan pada saat pengasuh asrama hendak
membangunkannya salat subuh.
AMR nekat membunuh korban lantaran kesal beberapa
kali dipergoki mencuri barang-barang milik siswa lain. Perilaku ini dilakukan
berulang kali, di mana pelaku mencuri buku tabungan, mengambil uang milik siswa
lain, dan diketahui oleh korban.
Bahkan suatu ketika ponsel milik pelaku pernah
dipinjam korban dan ponsel tersebut disita oleh pihak sekolah, karena siswa
kelas 10 dilarang membawa barang tersebut saat sekolah. Pelaku meminta korban
untuk mengambil ponsel itu ke pihak sekolah, namun korban menolak sehingga
pelaku merasa sakit hati.
Hal ini dilakukan oleh AMR salah satunya dapat
disebabkan karena kurangnya pendidikan moral yang tertanam dalam diri. Tidak
adanya pengendalian emosi yang baik, sehingga emosi tersebut diluapkan seketika
dan menjadi hal yang tidak dapat dikendalikan. Tanpa adanya pertimbangan dan
berpikir panjang, aksi tersebut dilakukan hingga menyebabkan kematian.
Pendidikan moral ini dekat pula kaitannya dengan
sisi psikologis anak remaja yang masing terombang-ambing dan labil dalam
mengambil keputusan. Menurut pakar psikologi Winarini psikolog klinis dari
Universitas Indonesia menyatakan bahwa “Jika perasaan sakit hati dan marah
disimpan maka akan menjadi dendam.” Dan hal ini benar terjadi pada kasus
pembunuhan siswa SMA Taruna Nusantara.
Perilaku membunuh ini karena adanya dendam di hati
pelaku terhadap korban yang berhasil mengetahui perilaku buruk sang pelaku.
Dendam yang tidak terlampiaskan lama-kelamaan menjadi bom waktu dan
terlampiaskan dengan cara yang anarkis. Perasaan marah, benci, kecewa, yang
didiamkan oleh AMR berujung fatal yang pada akhirnya melakukan penyelesaian
masalah dengan aksi membunuh.
Perbaikan Moral Untuk SiswaBeberapa pembuktian di atas menyatakan bahwa
pembunuhan sebagai cara AMR untuk melampiaskan dendamnya. Kekesalan yang
diutarakan dengan mengambil nyawa orang lain. Bahkan tanpa berpikir panjang hal
itu dilakukan dengan jarak waktu yang begitu cepat. Tanpa diketahui oleh siapa
pun AMR berhasil melancarkan aksinya.
Sangat disayangkan dunia pendidikan tercoreng
dengan adanya kasus pembunuhan ini. Bukankah ketika kita menyelesaikan masalah
seharusnya dikomunikasikan secara baik-baik? Mengapa harus dengan jalan
menghabisi nyawa orang lain? Bukankah di negara ini setiap nyawa manusia
dilindungi?
Tapi mengapa dengan beraninya semua dilakukan?
Apakah dunia pendidikan diciptakan untuk menghasilkan generasi bangsa anarkis?
Apakah ini potret ujung tombak generasi penerus bangsa untuk menyelesaikan
permasalahan?
Dalam kasus permasalahan ini semua turut berperan
aktif dimulai dari orangtua, ibu, bapak, guru, berbagai pihak di sekolah harus
senantiasa selalu menjadi panutan terbaik untuk anak-anak kita. Sekolah
memberikan nilai-nilai penguatan moral yang baik untuk aspek spiritualitas
masuk ke dalam internal setiap siswa dan sistem pengontrolan yang ketat kepada
seluruh siswa untuk mencegah tindakan di luar batas.
Sistem pengontrolan yang kurang ketat dan
rendahnya pendidikan moral sama halnya dengan kita mendukung tindakan
pembunuhan untuk terulang kembali. Ibaratkan sebuah parasit yang menempel pada
tumbuhan dan didiamkan terus-menerus, sehari dua hari dia hanya menempel pada
tanaman.
Seminggu, sebulan, bahkan setahun seiring
berjalannya waktu, semakin lama parasit itu ada, akan mengambil makanan yang
ada pada tanaman, bahkan pada akhirnya tanaman tersebut akan berhasil dibunuh
oleh parasit. Sehingga pembunuhan ini adalah tindakan yang sangat kejam dan
tidak berperikemanusiaan karena merebut nyawa manusia yang tidak berdosa.
Sistem pengontrolan dan penanaman nilai moral
kepada siswa adalah cara yang tepat untuk diberikankan kepada siswa-siswi kita
sebagai geberasi penerus bangsa. Hal ini dimaksudkan untuk siswa dapat
membentengi diri sehingga memiliki akal dan perasaan yang seimbang. Mereka
memiliki intelensi yang tinggi, objektif, rasional, dan mampu mengontrol emosi
dengan baik, sehingga tidak sembarangan untuk melakukan perilaku seenaknya
tanpa memperhitungkan dampak baik dan buruknya.
Sumber : CNN.Indonesia
0 Komentar
SILAHKAN TULIS KOMENTAR KAMU DISINI