Namaku Aruna, putra tunggal Gatotkaca—si otot kawat tulang besi, si jago terbang tanpa sayap, si pahlawan kahyangan yang kalau difoto selalu tampak keren meskipun baru bangun tidur.
Masalahnya adalah:
kehebatan itu tidak menurun ke aku.
Pagi itu di kahyangan, aku sedang
belajar terbang.
Ya… BELAJAR.
Karena rahasia kecilnya adalah: aku cuma bisa melayang 5 detik sebelum jatuh
seperti sandal jepit dilempar ke genteng.
“Ayo, Nak! Fokus! Rasakan angin!”
seru Gatotkaca, Ayahku sambil terbang elegan di atas sana.
Aku mencoba mengikuti.
Kupaksa tubuhku naik.
Pelan… pelan…
Sedikit lagi…
5 meter.
8 meter.
10 meter.
“Ayah! Aku bisa!! Aku—”
BWUUUSSSHHHH!!
Tiba-tiba suara menggelegar memecah langit. Bukan suara dewa lagi bertengkar, bukan suara raksasa bersin — tapi suara mesin raksasa dari dunia fana.
Sebuah pesawat terbang modern menembus lapisan kahyangan, entah bagaimana bisa nyasar ke wilayah para dewa.
Ayah membelalak.
“Apa itu?! Burung besi raksasa?!”
Aku tak sempat menjawab, karena
detik berikutnya…
BUUUGGGG!!!
Aku tertabrak moncong pesawat.
Bukan halus, bukan lembut — tapi seperti dilempar bidadari badmood pakai sendal
kayu ukuran XXL.
“AAYAAAHHHH!!!”
“ARUNAAAA—!!!”
Gatotkaca mencoba menangkapku, tapi
aku sudah terpental masuk ke dinding udara kahyangan yang retak seperti kaca,
berubah menjadi portal ungu berputar.
Pesawat itu juga masuk setengah
badannya, lalu keluar lagi entah ke mana.
Tapi aku?
Aku terseret pusaran cahaya seperti
ditarik oleh pembersih debu raksasa.
Dunia berputar.
Awan berubah warna.
Sinar berloncatan.
Aku menjerit:
“AKU BELUUUUM SIAP UJIAAANNN
TERBAAAANGGG!!”
BLAARRRR!!!
Aku jatuh menembus langit dunia manusia, berputar, bergejolak, lalu—
PLAAAK!!
Mendarat tepat di lapangan sekolah modern, di tengah upacara, lengkap dengan
suara anak-anak Gen Z menjerit karena mengira itu meteor jatuh.
Dan dari sanalah semuanya mulai…
kacau tapi kocak.
KECELAKAAN UDARA YANG MENGUBAH TAKDIR
Setelah tertabrak pesawat dan
terlempar dari kahyangan, aku—Aruna—jatuh seperti kentang goreng dilempar Dewa
Angin.
BLAAARRR!!
Aku mendarat di lapangan SMP Taruna Nusantara Jaya, tepat saat upacara bendera.
Murid-murid menjerit.
“WOOY, METEOR!”
“Bukan meteor, bro! Cosplayer jatuh dari langit!”
“Gila detail banget, bajunya glowing!”
Aku bangkit sambil pusing tujuh
dimensi.
Coba tersenyum ala pangeran kahyangan, tapi yang keluar malah suara:
“Air… aku butuh air putih. Dan
balsem.”
Sementara guru-guru panik.
Pak Kepala Sekolah:
“Cepat bawa ke UKS! Ini pasti murid baru dari daerah terpencil!”
Ibu Guru lain:
“Loh… dia masih kecil ya? Kasihan, mungkin nyasar… atau diculik cosplayer
lain.”
Aku mau protes,
“Saya bukan nyasar. Saya kecelakaan udara!”
Tapi tidak ada yang percaya.
Mereka ngira aku lagi bikin konten.
TERDAFTAR MENJADI SISWA SECARA TIDAK SENGAJA
Lima menit kemudian, entah
bagaimana, aku sudah:
- DIFOTO pas foto ala KTP
- DIUKUR tinggi
- DIKASIH seragam kebesaran
- DISURUH tanda tangan pendaftaran
Dan tiba-tiba…
“Selamat datang, Aruna. Kamu resmi
murid Kelas 8C.”
Aku bengong.
“Eh? Aku bukan murid di sini. Aku anak Gatotka—”
Bu Tata Usaha menepuk bahuku.
“Iya Nak, iya… kamu dari ‘Kahyangan’. Bagus ya budayanya dilestarikan.”
Aku:
“Tapi aku beneran dari kahya—”
“Sudah, jangan malu-malu. Nanti kalau lomba Hari Kartini kamu masuk defile.”
Aku menyerah.
KEBINGUNGAN
ANAK KAHYANGAN DI KELAS GEN Z
Kelas 8C adalah tempat paling aneh
yang pernah kulihat:
Anak-anak sibuk scroll HP
Ada yang tidur sambil earphone
Ada yang bikin konten “first day of
school vibes”
Ada yang ngira aku NPC Minecraft
versi real life
Teman sebangku, Nara, menatapku
lekat-lekat.
“Lo asli? Kostumnya ga keliatan industrial
sama sekali.”
“Aku ini… Aruna. Putra Gatotkaca.”
“Wih roleplay total!”
Aku menepuk jidat.
Semua mencoba menyentuh bajuku.
“Bro ini bahan apa? Kayak armor tapi adem.”
“Ini belinya di Shopee luar negeri ya?”
Aku ingin terbang kabur, tapi jika kugunakan tenaga terlalu keras, aku khawatir menendang AC kelas sampai jebol.
KECOH KEKUATAN SUPER PERTAMA
Waktu olahraga, kami disuruh lompat
jauh.
Anak-anak maju satu per satu.
Lompat 2 meter, 3 meter… paling jauh 4 meter.
Giliran aku.
Bu Guru Olahraga tersenyum,
“Ayo Aruna, walau masih baru, coba yang terbaik ya.”
Aku mengangguk.
“Mudah.”
Aku lupa sedikit fakta penting: aku setengah manusia setengah makhluk kahyangan.
Begitu aku melompat…
BYUUTTT!!!
Aku melewati pasir lompat jauh,
melewati pagar, melewati kebun sekolah, dan mendarat tepat di dekat warung
depan sekolah.
Bu Guru teriak:
“ANAK INI PAKAI MOD!!!”
Anak-anak bersorak:
“WOOOOY SUPER POWER!!”
Warung bu RT gemetar.
“Mau beli cilok atau mau numpang mendarat saja, Nak?”
ARUNA VS TEKNOLOGI
Teknologi adalah musuh alami orang
kahyangan.
Pertama kali melihat WiFi router,
aku kira itu roh liar.
Pertama kali memegang HP, aku
teriak:
“KOTAK BERCAHAYA INI MENYIMPAN NYAWA SIAPA?!”
Anak-anak ngakak:
“Bro, itu cuma iPhone.”
Aku mencoba mengetik,
tapi HP kugenggam terlalu keras.
CRAAK.
HP Nara patah dua.
“ARUNA!!”
“Maaf… aku pikir ini batu suci.”
Nara menghela napas.
“Bro… kamu harus belajar adaptasi. Dunia modern ribet. Lebih ribet dari kahyanganmu itu.”
Aku mengangguk. Di kahyangan, hal
paling sulit cuma:
menangkap raksasa alergi debu.
Di dunia modern?
Tugas matematika 30 nomor tiap malam.
INSIDEN BULLY YANG MENGUBAH SEGALANYA
Suatu hari saat istirahat, aku
melihat seorang anak bernama Adi sedang didorong dan diejek oleh tiga murid
nakal.
“Woy gemuk! Sini uang jajanmu!”
“Kalo nggak kasih, kita bacotin sampe nangis!”
Aku tidak suka.
Di kahyangan, pengecut seperti itu disuruh berlatih 300 putaran.
Aku mendekat.
“Kamu berhentilah.”
Bos preman sekolah, Basto,
menatapku.
“Loh bocil cosplayer ikut campur?”
Aku menarik napas panjang.
“Aku tidak mau menyakitimu…”
Mereka ngakak.
“Aduh takut nih, si anak wayang marah!”
Aku mendekati Basto.
Mengangkatnya…
dengan satu tangan.
“Hoi!! Turunin gue!!”
Aku putar sekali, seperti memutar
kipas manual.
Dan kutaruh dia di atap kantin.
Semua murid terdiam.
“INI… INI GILA.”
“ANAK INI CHEAT PAKAI GYM RITUAL!!”
“Bukan cheat. Ini genetik kahyangan.”
Sejak hari itu,
anak-anak mulai percaya aku bukan anak cosplay.
Atau minimal, bukan manusia biasa.
Dan Basto?
Dia akhirnya jadi sopan.
Karena jelas, aku bisa mengangkatnya kapan saja.
PENCARIAN
PINTU PULANG
Malam itu Nara menemaniku di atap
sekolah.
“Lo beneran mau balik?”
“Tentu. Ayah pasti mencariku.”
“Terus kalau portalnya kebuka lagi…
lo bakal pergi?”
Aku terdiam.
Karena meskipun dunia modern bikin
pusing, ribut, dan penuh hal aneh…
Aku punya teman.
Aku merasa diterima.
Nara menepuk bahuku.
“Kalo gitu, kita cari portalnya bareng. Gen Z itu walau sering bingung, tapi
kalau hal-hal penting… kita cari tutorialnya.”
Aku tertawa kecil.
PORTAL TERBUKA… DAN PILIHAN BESAR
Beberapa hari kemudian,
langit berubah ungu lagi.
Angin memutar.
Awan pecah.
Sinar merambat.
Portal yang sama muncul di atas
sekolah.
Aku langsung berdiri.
“Itu… sinar kahyangan.”
Murid-murid heboh.
“Aruna mau balik?!”
“NOOO tinggal di sini aja!”
“Nanti kalau pulang jangan lupa follow IG!”
Nara menatapku.
“Lo yakin? Lo sudah punya rumah kedua di sini. Tapi kalau pulang… ya kami bakal
ngerti.”
Aku melihat portal itu.
Aku melihat teman-temanku.
Hatiku bingung.
Ayahku menunggu.
Tapi… dunia modern pun menarik.
Aku memejamkan mata.
Melangkah maju…
Dan.. tiba-tiba cerita terputus sampai
disitu.
Tidak ada yang tahu:
- apakah Aruna melompat kembali
ke kahyangan,
- apakah portal menutup dan ia
tetap hidup sebagai siswa Gen Z,
- atau ia akan jadi pahlawan
sekolah dengan kekuatan absurdnya,
- atau mungkin Gatotkaca sendiri
akan turun ke sekolah itu mencari anaknya.
Semuanya mungkin.
Karena kisah Aruna baru saja
dimulai.

1 Komentar
Gatot kaca sedih anak e ilang
BalasHapusSILAHKAN TULIS KOMENTAR KAMU DISINI