Sponsor

Materi Kelas 8 (Semester 2 Pertemuan 1) : MAKNA SEMANGAT KEBANGKITAN NASIONAL 1908

 

Menilik Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1908 yang Penuh Penderitaan Dan Sejarah Singkat Budi Utomo

Kondisi bangsa Indonesia sebelum tahun 1908 sangat jauh dari kata merdeka. Rakyat dijajah dan diperdaya oleh bangsa Belanda yang berupaya memeras kekayaan Tanah Air dan memecah belah bangsa.

Pada tahun 1602, Belanda mendirikan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) di Indonesia. Di berbagai daerah, VOC melaksanakan taktik politiknya, yakni DEVIDE ET IMPERA atau politik adu domba.

Belanda mengadu domba antara satu kerajan dengan kerajaan lain. Sehingga, kekuatan kerajaan-kerajaan di Indonesia pun melemah dan turut merusak persatuan. Tidak hanya itu, penindasan dan penyelewengan pun kerap kali dilakukan.

Lalu, seperti apa kondisi bangsa Indonesia sebelum tahun 1908?

Penjajahan Belanda atas bangsa Indonesia terjadi di bawah kepemimpinan Daendels pada tahun 1808-1811. Daendels memerintahkan rakyat Indonesia untuk melakukan kerja rodi guna membangun jalan sepanjang pulau Jawa, Anyer-Panarukan.

Tentu, kerja paksa ini membuat rakyat semakin menderita. Tidak hanya itu, penderitaan juga berlanjut ketika Belanda menerapkan kebijakan Cultuurstelsel atau Tanam Paksa. Kebijakan ini diterapkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Den Bosch tahun 1828.

Sistem Tanam Paksa mewajibkan rakyat menanami sebagian dari sawah atau ladangnya dengan tanaman yang ditentukan oleh pemerintah. Kemudian, hasil tanaman tersebut nantinya diserahkan kepada Belanda.

Tanam Paksa memeras tenaga rakyat Indonesia. Tidak hanya itu, kekayaan pun terkuras habis, sehingga  banyak ditemukan rakyat yang jatuh miskin. Namun, Belanda justru mendapatkan kekayaan yang berlimpah dari hasil penderitaan tersebut.

Dikutip dari buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMP Kelas VIII, penderitaan bangsa Indonesia akhirnya menumbuhkan benih perlawanan di berbagai daerah. Perjuangan melawan penjajah mulai dipimpin para ulama dan kaum bangsawan.  Ada Sultan Hasanuddin Dari Sulawesi Selatan, Sultan Ageng Tirtayasa Dari Banten, Tuanku Imam Bonjol Dari Sumatera Barat, Pangeran Diponegoro Dari Jawa Tengah.  Mereka semua adalah tokoh-tokoh yang Turut Serta Dalam Aksi Perjuangan Rakyat Melawan Penjajah.

Mereka bersatu dalam semangat NASIONALISME yang kuat. Namun sayang, menurut Dr. H. Ishaq dalam buku Pendidikan Pancasila, perlawanan para pahlawan tersebut gagal karena perlawanan kala itu masih bersifat kedaerahan dan cenderung sendiri-sendiri.

Kondisi bangsa Indonesia yang semakin kacau dengan kemiskinan serta kelaparan, akhirnya  turut menyentuh hati beberapa orang Belanda yang tinggal di Tanah Air seperti BARON VAN HOUVELL, EDWARD DOUWES DEKKER, dan  MR. VAN DEVENTER.  

Douwes Dekker kemudian menuangkan penderitaan masyarakat Lebak di Banten melalui buku yang bertajuk Max Havelaar pada 1860, dan untuk menjaga keamanan dirinya, ia pun mengganti namanya dengan nama MULTATULI.

Sementara itu, warga Belanda lainnya, yakni Van Deventer menyarankan diadakannya Politik Etische atau politik balas budi di Indonesia. Politik etis adalah pemikiran bahwasanya pemerintah kolonial Hindia Belanda memiliki tanggung jawab secara moral kepada pribumi Nusantara yang telah membantu mereka mencapai kemakmuran dan kesejahteraan. Dalam perancangannya, politik etis ini memiliki tiga program utama atau trias politika, yaitu : irigasi, emigrasi, dan edukasi.

Dimana perwujudan dari salah satu program tersebut, yaitu EDUKASI, akhirnya melahirkan banyak tokoh terpelajar yang dalam perjalanannya, kemudian “MEREKA” mendirikan sebuah organisasi pergerakan Bernama Boedi Oetomo (BU). Dan lewat Organisasi BU inilah, dikemudian hari bangsa Indonesia mulai tersadar akan pentingnya persatuan untuk mencapai kemerdekaan.

Boedi Oetomo Memiliki Peran  Cukup Penting Dalam Mempersatukan Rakyat Indonesia Sebagai Upaya Untuk Meraih Kemerdekaan Indonesia.

Organisasi Boedi Oetomo ini menjadi pelopor organisasi pergerakan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sehingga dijadikan landasan penetapan 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Kebangkitan nasional memiliki makna atau arti yang sangat dalam bagi bangsa Indonesia. Kebangkitan nasional merupakan titik awal mula bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme.

Selain itu, ini juga menjadi titik munculnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang.

Masa kebangkitan nasional ini ditandai dengan terjadinya dua peristiwa penting, yaitu berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

Sumpah Pemuda sendiri, merupakan tonggak awal mula persatuan seluruh pemuda yang bersumpah atas nama Indonesia. Para pemuda Indonesia mengaku bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia. Indonesia merupakan satu kesatuan yang sama sekali tidak mengacuhkan adanya perbedaan suku, agama, ras, dan budaya.

Hari Kebangkitan Nasional setiap tahunnya selalu diperingati pada tanggal 20 Mei. Tujuan dari diperingatinya Hari Kebangkitan Nasional adalah untuk mengenang awal pergerakan pemuda di Indonesia.

Dalam pelaksanaannya di masa sekarang, Hari Kebangkitan Nasional ini diharapkan tidak hanya sebatas ritual untuk melakukan upacara rutin setiap tahunnya saja, melainkan setiap warga negara Indonesia diharapkan mampu membuktikan diri mereka melalui karya yang bisa mendukung kemajuan bangsa Indonesia.


Setelah memahami materi diatas, silahkan kerjakan Tugas berikut : Unduh Tugas


(Materi Pelajaran ini diolah dari berbagai sumber)

 

Posting Komentar

0 Komentar